[Resensi] Leena’s World Map

Judul : Leena’s World Map (Seizuyomi no Leena)
Pengarang : Tsukasa Kawaguchi
Penerbit :  Shining Rose Media
Tahun : 2014
Genre : Fantasy, Adventure
Tebal : 410
Sinopsis
Leena merupakan seorang putri raja. Namun dia tidak suka berdiam di dalam istananya. Dia juga tidak memiliki mimpi untuk sekedar menunggu pangeran idaman untuk menikahi dan memberi kemakmuran bagi kerajaannya. Mimpi yang ingin dicapai olehnya bukan sebuah impian yang sering ditemui pada orang biasa, apalagi seorang putri seperti Leena. Mengikuti petuah mendiang ibunya yang selalu tergiang dalam kepalaya, Leena bermimpi untuk menggambar sebuah peta, sebuah peta yang tidak hanya mencakup satu benua namun seluruh dunia.Ulasan
Kurang lebih sejak tujuh tahun yang lalu, ketika adaptasi anime The Melancholy of Haruhi Suzumiya meledak popularitasnya, pamor dan minat atas Light Novel atau LN pun mulai menjamur. Berbagai judul LN mulai di translasikan oleh para fans di situs-situs fantranslation, atau beberapa yang sangat populer seperti Spice and Wolf dilisensi dan mendapatkan terjemahan resmi yang berkualitas.
Tapi gelombang terjemahan LN itu terjadi di lingkaran negara berbahasa Inggris. Terjemahan bahasa Indonesia dapat ditemukan di stius fantranslation namun masih sedikit jumlahnya sehingga judul yang ada pun terbatas. Untungnya dalam soal terjemahan resmi, pembaca Indonesia sudah bisa membaca beberapa judul yang telah diterjemahkan.
Meski jumlahnya baru sedikit, kebanyakan dari LN yang hadir tidak begitu dikenal di kalangan mainstream. Mungkin dikarenakan pasarnya yang masih tidak jelas, terlalu kecil, atau keduanya, para penerbit LN di sini belum berani membawa judul-judul besar yang sudah pasti memiliki biaya lisensi yang lebih mahal. Maka dari itu saya ingin mencoba untuk membaca beberapa LN yang telah terbit di sini agar dapat memberi rekomendasi. Selain alasan itu, saya juga ingin melihat kualitas LN yang sering terkenal buruk dalam berbagai diskusi internet.
Ketika resensi ini ditulis, saya telah membeli tiga LN. Dua sudah dibaca dengan yang mendapat kehormatan pertama adalah The Everlasting Andante. Saya tidak akan menulis resensi lengkapnya, namun LN tersebut sangat mengecewakan. Kualitasnya sangat medioker, entah karena terjemahannya, atau material aslinya, atau keduanya sampai saya hanya skim hingga selesai dan tidak pernah benar-benar membacanya dengan teliti kecuali di momen cerita yang penting.
Tentu saja akibat buruknya bagi Leena’s World Map adalah ekspetasi saya yang menurun. Bisa jadi hal itu merupakan sebuah berkah, atau sebuah kutukan, tapi saya sudah mengharapkan yang terburuk akan muncul darinya, entah itu karakter yang bodoh atau plot yang klise, atau paling sial keduanya terjadi.
Namun Leena’s World Map ternyata malah memberikan beberapa kejutan yang menyenangkan. Banyak aspek penulisan dari LN yang menunjukkan bahwa Tsukasa Kawaguchi memiliki fundamental yang mantap dalam menulis sebuah cerita. Terutama cerita fantasi karena pada elemen fantasinya sendiripun, ada beberapa hal yang mencolok di pengamatan saya secara baik.
Saya mulai saja dari hal terbaik dalam Leena’s World Map, yakni tone narasi. Untuk sebuah LN dan fiksi fantasi Jepang yang terkenal akan keburukan kualitasnya, Leena’s World Map menunjukkan sebuah kualitas yang tidak terduga dalam membangun tone dari narasi yang dituturkan. Setiap aspek yang membangun tone narasi benar-benar dieksekusi secara masak. Karenanya, Leena’s World Map memiliki tone yang konsisten sepanjang narasi berjalan sehingga cerita yang saya baca terasa solid dan kohesif.
Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, konsistensi dan kualitas tone narasi dari Leena’s World Map dapat tercapai berkat eksekusi aspek-aspek tunggal yang membangunnya. Aspek yang dimaksudkan adalah setting/worldbuilding, karakter, dan plot. Ketiga aspek ini akan saya jabarkan secara mendetail mengapa eksekusinya dapat membuahkan hasil yang manis pada narasi Leena’s World Map.
 
Pertama, aspek setting/worldbuildimg berhak mendapatkan gilirannya duluan karena aspek inilah yang merupakan salah satu bagian terbaik, dan pilar fundamental bagi tone narasi Leena’s World Map. Tsukasa Kawaguchi membangun dunianya melalui detil-detil yang menunjukkan keterhubungan antara satu elemen dengan elemen lainnya. Seperti misalnya perang menyebabkan naiknya harga pangan karena permintaan yang meroket untuk memenuhi kebutuhan provisi militer atau suku hutan yang terdorong mundur karena ekspansi militer sehingga terpaksa menjadi bandit. Detil-detil seperti ini yang kemudian menjadikan dunia Leena’s World Map memiliki sebuah rasa realisme. Memang tidak sampai realistik, namun takaran realisme yang ada menjadikan dunia dalam narasi terasa hidup dan organik, terasa ada dunia yang bergerak di luar dari apa yang ditunjukkan oleh narasi.
Aspek berikutnya adalah karakter, yang meskipun terlemah dibandingkan aspek lainnya, masih memberi kontribusi besar dalam membangun konsistensi dan kualitas tone narasi Leena’s World Map. Saya katakan lemah karena sebagian besar (apabila bukan semua) terlihat jelas klisenya, dan trope yang mereka wakilkan sesuai dengan premis cerita (seorang prajurit bayaran, tuan putri yang tidak bersikap seperti bangsawan lengkap dengan maid-nya, dan prajurit tua kolot yang menjadi pengawalnya). Namun terlepas dari posisi dan peran mereka yang terasa klise, eksekusi dari karakterisasinya mereka sendiri jauh dari demikian. Masing-masing dari mereka memiliki latar belakang yang kerap menjadi basis dari tindakan yang dilakukan, termasuk interaksi antar karakter. Namun yang paling baik dalam aspek ini adalah bagaimana perkembangan karakter terjadi secara subtil, seperti misalnya Talv yang merubah sikapnya terhadap Leena menjadi lebih santai setelah sikapnya yang kaku memberi petunjuk bagi identitas asli sang tuan putri.  Talv mengalami perkembangan karakter setelah menyadari kesalahan dirinya dapat berujung pada kemalangan bagi orang yang semestinya dia lindungi.
Terakhir adalah plot. Secara keseluruhan, plot Leena’s World Map cukup sederhana di mana sang karakter titular, Leena, ingin membuat peta dunia dan memulainya dengan memetakan sebuah kota pelabuhan bernama Magek yang kemudian tidak dapat berjalan lancar karena permasalahan politik. Plot yang saya ringkas demikian adanya terlihat sederhana, namun memang bukan keintrikan yang memberikannya sebuah kualitas yang khas. Melainkan sifat dari premis plotnya sendiri yang terasa grounded atau membumi sebagaimana persoalan membuat peta, atau politik, atau keduanya merupakan hal yang lazim dapat terjadi di dunia nyata.
Memang sekedar memiliki plot yang membumi tidak secara instan menjadikan suatu narasi menjadi bagus. Secara kualitas, eksekusi plot cukup baik tapi tidak eksepsional. Namun dalam kasus Leena’s World Map, ini menjadi baik karena plot yang membumi tersebut menjadi bagian penting dari tone narasi yang telah dibangun.
Ketiga aspek tersebut, setting/worldbuilding, karakter, dan plot saling melengkapi satu sama lain bagai puzzle dalam membentuk sebuah gambar. Setting yang menunjukkan unsur realisme. Karakter yang bertindak dengan sebuah motivasi, dan basis serta senantiasa berkembang secara subtil. Plot cerita yang tidak terlampau fantastis, membumi sebagaimana laiknya dapat ditemukan di dunia nyata. Semua hal ini kemudian membentuk tone narasi Leena’s World Map yang terasa khas, sebuah tone yang secara pribadi saya sebut sebagai soft tone (hal ini akan saya jabarkan secara lebih lanjut dalam artikenya sendiri). Narasi soft tone ini menjadikan Leena’s World Map memiliki sebuah cerita yang relatif ringan untuk disimak, tapi di saat yang bersamaan memiliki bobot realisme tersendiri sehingga dunianya dapat dirasakan oleh pembaca.
Setelah penjabaran panjang lebar mengenai tone dan aspek-aspek yang membangunnya, bagaimana dengan kualitas Leena’s World Map yang lain? Selain dari bagaimana ketiga aspek di atas dapat membentuk tone narasi yang terasa eksepsional, tidak ada yang betul-betul istimewa dari Leena’s World Map. Penulisan yang ada terasa biasa dan standar. Beberapa kali ditemukan infodump yang sangat panjang, dan secara relatif tidak menambah apa-apa bagi narasi maupun tone yang dibangun. Sehingga secara keseluruhan, Leena’s World Map jatuh kualitasnya pada baik, namun tidak istimewa.
Lalu apa yang menjadi kekurangan dari Leena’s World Map? Kekurangan tentu saja ada, seperti inkonsistensi narasi pada beberapa detail yang trivial. Selain itu seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, Tsukasa Kawaguchi anehnya masih menggunakan infodump eksposisi dalam menjabarkan keintrikan dunianya. Namun kekurangan terbesar berada di luar kepenulisan Leena’s World Map yaitu penerjemahannya.
Leena’s World Map pantas saya jadikan contoh kasus untuk beberapa problematika dalam menerjemahkan suatu fiksi. Problematika yang akan saya angkat karena terasa dampaknya di Leena’s World Map adalah panjang paragraf. Banyak paragraf yang terasa begitu panjang sehingga melelahkan untuk di baca. Beberapa dari mereka bahkan dapat memenuhi satu halaman sendiri. Lebih absurd lagi adalah bahwa paragraf yang panjang tersebut merupakan dialog eksposisi dari seorang karakter. Dari sini dapat dilihat bahwa dalam proses penerjemahan dibutuhkan sedikit modifikasi atas teks agar terjemahan yang dihasilkan memberikan tidak hanya kualitas yang baik namun juga dapat dibaca. Mungkin paragraf tersebut memiliki panjang yang relatif biasa dalam bahasa jepang. Akan tetapi menjadi sangat panjang strukturnya ketika diterjemahkan menjadi bahasa indonesia. Di sinilah saya rasa paragraf yang kelewat panjang dapat dibagi menjadi dua tidak hanya untuk memudahkan proses membaca, namun juga untuk menambah kualitas kepenulisan dari terjemahannya itu sendiri.
Terdapat satu lagi problematika penejermahan di sini. Suatu problematika yang saya rasa merupakan hasil dari keputusan penerjemah yang sangat aneh dan pada akhirnya sangat menganggu, yaitu dipertahankannya honorifik Jepang. Dipertahankannya honorifik dalam terjemahan merupakan hal yang lazim terjadi. Hal ini dapat dimengerti pada penerjemahan ke bahasa inggris karena pada bahasa tersebut honorifik sangatlah minim baik secara jumlah maupun konteks yang dapat diberikan. Di sebuah cerita di mana hubungan antar karakter memberikan konteks penting pada hubungan mereka, ini tentu saja menjadi sebuah problematika yang pelik, terutama ketika setting cerita memiliki latar yang sangat Jepang.
Sayangnya hal ini tidak dapat diterima dalam penerjemahan bahasa indonesia. Bahasa Indonesia sendiri memiliki rangkaian honorifik yang sama banyaknya dan mungkin sama lengkapnya dengan bahasa jepang guna memberikan konteks hubungan antar karakter. Itu pun hanya pada bahasa indonesia, belum termasuk bahasa daerah yang sudah masuk kedalam pembendaharaan kata nasional. Kata “Leena-sama” yang terus menerus diulang oleh Sarah menjadi sangat menganggu karena dia merusak rasa konsistensi dari narasi yang sisanya dibangun di dalam bahasa indonesia. Hal ini semakin menjadi konyol karena hanya Leena saja yang honorifiknya dipertahankan sementara karakter lain tidak, menunjukkan betapa inkonsistensinya keputusan penerjemahan ini.
Terlepas dari keputusan penerjemahan yang menganggu layaknya hidung mampet, Leena’s World Map menjadi sebuah kejutan tersendiri bagi saya dalam kualitas fundamental kepenulisan serta tone narasi yang khas, kokoh, dan kohesif. Dia bukan fiksi fantasi yang terbaik, namun ada beberapa kualitas dalam LN ini yang patut untuk dicatat dan diperhatikan terutama bagi mereka yang menggemari atau/dan menulis fiksi fantasi.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: