[Resensi] The Ocean at The End of The Lane

Judul: The Ocean At The End Of The Lane
Pengarang: Neil Gaiman
Penerbit: William Morrow
Tahun: 2013
Genre:  Fantasy
Tebal: 181
 
Kehidupan dunia nyata semakin sibuk menjelang akhir tahun. Selama hampir 3 minggu belakangan hanya sempat membaca satu novel fiksi, dan dua buku non-fiksi. Namun setelah minggu depan, saya jamin jumlah post untuk ulasan buku akan lebih banyak dari biasanya.
 
Sinopsis
Seorang pria paruh baya kembali ke tempat dimana dia menghabiskan masa kecil dalam rangka menghadiri sebuah pemakaman. Walaupun rumah yang dia tinggali dulu bersama keluarganya sudah hilang, dia terbawa kepada sebuah lahan pertanian di ujung jalan dimana dia bertemu dengan Lettie Hempstock dan keluarganya. Di saat itu, ketika dia duduk termenung disamping kolam  keluarga Hempstock, kenangannya akan kejadian mengerikan sekaligus luar biasa yang dialaminya ketika berusia tujuh tahun kembali mengalir didalam dipikirannya.
Ulasan
Ketika membaca cerita anak-anak, mungkin yang terbayang dibenak adalah cerita-cerita ringan yang memberi ketenangan hati, tidak menantang pembaca secara emosional, serta disisipi nilai-nilai kehidupan atau nasihat atas moral dan etika apa yang seharusnya seorang anak lakukan di dunia ini. Banyak juga cerita anak-anak lainnya, terutama yang diperuntukkan untuk laki-laki, berisikan akan romansa petualangan, rasa penemuan atau sense of discovery,  yang juga diisi nilai-nilai etika dan moral, walaupun ada cerita yang sama sekali tidak memiliki unsur tersebut, membuatnya menjadi murni penghibur dan pengisi waktu semata.
Apapun isinya, cerita anak-anak yang dibawakan biasanya bersifat ringan, atau memiliki corak yang light-hearted. Di tengah keliaran imajinasi yang ditunjukkan serta ide-ide gila didalamnya sekalipun, Alice’s Adventure in Wonderland and Through Looking Glass masih menggunakan corak light-hearted dalam penulisan narasi, maupun isi ceritanya. Road Dahl melalui Charlie and The Chocolate Factorysebenarnya memiliki corak narasi yang lebih gelap, namun cerita yang dinarasikan itu sendiri pendekatannya terlalu khayali, sehingga dampak yang diberikan mungkin tidak akan jauh dengan cerita bercorak light-hearted lainnya.
Cerita anak-anak terlalu banyak yang bercorak light-hearted, dan terasa diluar dari sentuhan kenyataan itu sendiri. Memang anak-anak lebih ringkih secara emosional, namun mengisolasi mereka dari kenyataan bukan hal yang sama baiknya dengan memberikan mereka cerita-cerita fiksi yang dewasa dalam segi emosi. Tidak peduli bagaimanapun apa yang diterima anak itu dikontrol, kenyataan tetap berjalan diluar sana. Terjadi kematian, orang yang terluka, kelaparan atau yang lebih dekat dengan kehidupan anak-anak, yaitu adanya mereka yang memiliki nasib yang lebih buruk.  Ini bukan masalah cerita anak-anak harus ditampilkan dalam corak gelap, melalui narasi yang penuh keputusasaan dan sebagainya. Namun bagaimana memberikan cerita yang tidak bercorak light-hearted, sebuah cerita yang lebih menyentuh pada kenyataan itu sendiri.
Secara utuh, The Ocean At The End of The Lane merupakan cerita fantasi yang menggunakan sudut pandang anak-anak. Dua poin tersebut, fantasi dan sudut pandang anak-anak, dieksekusi secara baik oleh Gaiman, terutama ketika dibandingkan dengan karya dia sebelumnya. The Ocean at The End Lane walau singkat, terasa lebih berisi dan berkesan.
Neil Gaiman mengambil langkah berbeda dari buku sebelumnya, sebagaimana kali ini dia tidak menitikberatkan elemen fantasi melalui tropes yang biasa kita temui di genre ini, yakni dengan memunculkan mahluk ajaib. Memang salah satu narasi sentral The Ocean At The End of The Lane adalah kehadiran mahluk ajaib yang secara buruk mempengaruhi kehidupan karakter. Namun itu hanya sefraksi kecil dari apa yang membuat buku terasa sangat hidup dari rasa fantasi yang dihadirkan. Penulisan Neil Gaiman di buku inilah yang berperan besar dalam menghadirkan kesan fantasi yang ajaib seperti The King of Elfland’s Daughter ataupun Alice’s Adventure in Wonderland.
Setiap deskripsi yang dituliskan dalam narasinya terasa menarik dan memukau. Rasa misterius yang mencekam, namun disaat bersamaan penuh rasa penasaran terasa di sepanjang elemen fantasi yang muncul di buku ini. Baik mahluk ajaib ataupun peristiwa yang menyihir, semua dideskripsikan dengan penuh imajinasi, dan khayalan. Semua terasa begitu kuat sebagaimana selurunya berasal dari pengalaman mengerikan nan ajaib yang dialami oleh sang karakter, yang merupakan anak kecil. Penulisan yang sebenarnya dari segi prosa pun sudah memukau, ditambah dengan penggunaan sudut pandang anak-anak yang dimanfaatkan dengan apik, menjadikan penulisan elemen terbesar yang membangun rasa fantatis yang ada dari The Ocean At The End of The Lane.
The Ocean At The End of The Lane memang menyeritakan sebuah pengalaman fantastis, namun mengerikan yang dialami oleh seorang bocah laki-laki berusia 7 tahun. Karakter ini terjebak didalam situasi yang sepenuhnya tidak dia mengerti, dikeliling oleh serangkaian kejadian yang berada diluar batas pemahaman dirinya yang masih polos. Tapi dibalik semua itu Neil Gaiman membawa sebuah tema yang lebih gelap, sebuah pengalaman yang lebih dekat dengan realita.  Dari elemen-elemen fantasi yang hadir didalam, Neil Gaiman menyentuh hal-hal seperti keserakahan, sekaligus kekerasan dalam rumah tangga. Salah satu tema tersebut yakni keserakahan, tersentuh dan muncul di narasi secara alami, seolah mereka memang menjadi bagian dari cerita itu sendiri, tidak hanya sekedar muncul dalam cerita sebagai nasihat walaupun kehadirannya singkat. Sayang, tema berikutnya , kekerasan dalam rumah tangga, yang memberi kesan yang lebih kuat justru terasa lebih berada diluar dari narasi. Tema tersebut seolah muncul hanya untuk memberi penderitaan bagi karakter, untuk memberikannya kesempatan mengejek orang dewasa itu sendiri secara keseluruhan. Ini sebuah jebakan yang sering ditemui di cerita anak-anak dimana sang penulis ingin meletakkan semua kejadian buruk yang terjadi akibat dari ulah orang dewasa. Suatu pandangan sempit nan picik yang justru bisa merubah anak-anak menjadi seperti orang dewasa yang tidak peduli.
Buku ini singkat, tapi seperti yang telah dituliskan sebelumnya, dia terasa lebih lengkap dibandingkan dengan novel-novel fantasi tebal yang biasa ditemui di rak-rak buku. The Ocean At The End of The Lane memberikan pengalaman mengerikan, misterius, namun juga fantastis dalam satu kali duduk. Pengalaman ini adalah sesuatu yang dapat dinikmati baik oleh orang dewasa maupun anak-anak. Tema-tema gelap yang dihadirkan Neil Gaiman tidak membuatnya menjadi buku yang lemah terlepas dari kekurangan dia mengatasi salah satunya, dan itu juga bukan alasan mengapa buku ini tidak bisa dibaca oleh anak-anak. Malahan, sentuhan sebuah cerita yang lebih mendekati realita akan membuat seorang anak-anak lebih sadar dengan segala kejadian yang terjadi di sekitarnya.

One thought on “[Resensi] The Ocean at The End of The Lane”

  1. Aku suka bagaimana Gaiman bisa membaurkan aktualisasi fantasi seorang anak kecil di buku ini. Secara cerita, ini lebih enak dibaca daripada bukunya yang lainnya.Sori komennya singkat, ak cuma mau kasih komentar ak soal buku ini saja :v-Ivon-

    Like

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: