[Resensi] The Scar

Judul : The Scar
Pengarang : China Mièvelle
Penerbit : Pan-Macmillan Books
Tahun : 2002
Genre : Fantasy, Steampunk, Weird, Speculative
Tebal : 795
Aah, sudah berapa lama The Scar berdebu di lemari saya. Dulu saya gak bisa ngebaca karena merasa isinya terlalu sulit dan selalu saja tidak mampu menyempatkan diri untuk membacanya. Akhirnya, setelah tercerahkan dan mulai membaca buku, mungkin, setelah dua tahun buku ini dibeli dari salah satu buku impor, bisa selesai saya baca dan sekarang bisa saya tulis.
China Mièvelle memang bukan penulis sembarang.
 
Sinopsis
Bellis Coldwine, seorang linguis, berada di sebuah kapal dalam upaya pelariannya dari kejaran para agen pemerintah karena koneksi dengan salah satu biang utama Wabah Mimpi yang melanda New Crobuzon silam.  Pelariannya itu tidak berjalan sesuai dengan harapannya ketika kapal yang dia tumpangi dibajak oleh para bajak laut Armada, sebuah kota apung raksasa yang terdiri atas kapal-kapal yang diikat. Disana, Bellis akan menemui hal-hal menakjubkan dan terjebak dalam benang intrik selagi dia merasa rindu atas kampung halamanya yang mengancam nyawanya.
Ulasan
Sebagaimana yang sudah saya tuliskan sebelumnya di ulasanPerdido Street Station, China Mièvelle telah membuktikan dirinya bahwa fantasi bukan hanya sekedar pedang dan sihir, petualangan mencari benda-benda ajib lalu menghancurkannya ditempat benda itu dibuat, atau mendomplang overlord dari tempat dia berkuasa. Dia tidak berhenti disitu, dia terus maju, melanjutkan apa yang dia mulai, mengembalikan kata fantastis kedalam genre fantasi. Kali ini dia melakukannya dengan The Scar. Dan dia berhasil, sangat berhasil.
The Scar memiliki ambisi yang lebih besar daripada Perdido Street Station. Dengan Armada, kota apung yang mengarungin lautan, China Mièvelle menumpahkan dan memperlihatkan lebih banyak imajinasi dibandingkan dengan buku yang sebelumnya. Kita sudah tidak lagi dibatasi pada satu area kecil-namun-besar dari dunia Bas Lag yang menakjubkan, New Crobuzon. China Mièvelle memanfaatkan ini dengan sangat baik.
Armada itu sendiri sebenarnya sudah sangat menarik. Kota apung yang dibangun diatas kapal-kapal yang terikat satu sama lain, membentuk “daratan” dan mengarungi lautan. Berbeda dengan New Crobuzon yang oppresif, memberikan hukuman keras kepada para kriminal dengan melakukan remade, merubah tubuh mereka menjadi horor yang menggambarkan tindak kriminal yang telah mereka lakukan. Disini, Armada, sebuah kota bajak laut, justru lebih “beradab” daripada New Crobuzon. Semua dianggap sama, remade atau bukan, mereka akan mendapatkan gaji atas pekerjaan yang telah mereka lakukan. Dengan syarat, kesetiaan abadi mereka untuk terus tinggal di Armada sampai maut menjemput.
Walaupun Armada secara keseluruhan tidak mampu menandingi skala baik dalam imajinasi, atmosfir, maupun penggambaran dari New Crobuzon, The Scar tetap lebih hebat dalam keseluruhan karena seperti yang sudah saya katakan sebelumnya, setting tidak hanya terbatas pada Armada itu sendiri, melainkan juga lautan yang diarungi olehnya. Ini alami saja mengingat Armada adalah kota apung. Perubahan dari karakteristik tiap laut yang diarungi oleh Bas-Lag dilakukan dengan ciamik. Tidak hanya laut, tapi The Scar juga memberikan tempat-tempat luar biasa lainnya seperti Kota Salkrikaltor, sebuah kota bawah air. Lalu sebuah pulai berisi manusia nyamuk, yang salah satu pantai memiliki pasir terdiri atas gerigi industri yang telah berkarat, memberikan warna merah dari jauh. Semua digambarkan dengan begitu unik dan tanpa menjauhkan penceritaan dari narasi yang sedang berlanjut.
The Scar juga seperti Perdido Street Station, tidak lupa menyuguhkan ras-ras menakjubkan hasil imaji dari ide China Mièvelle  Anophelii, manusia nyamuk yang dimana para perempuan selalu haus akan darah dan berbahaya sedangkan para lelaki hanya berupa seperti manusia pendek, botak, gemuk, bertangan kurus, dan mempunyai mulut seperti anus. Scabmettler, manusia abu-abu yang bisa membuat perisai dari darah mereka sendiri. Cray, manusia setengah lobster dan ras lainnya. Setiap ras yang digambarkan sama seperti dengan yang China Mièvelle gambarkan di Perdidio Street Station. Mereka memiliki kebudayaan yang unik hanya pada diri mereka sendiri, budaya yang lahir dari fitur tubuh mereka yang berbeda.
Kedalaman dunia Bas-Lag pun semakin diperdalam disini. Sejarah dunia yang suguhkan lebih luas daripada yang ada di Perdido Street Station, mencapai ribuan tahu sejak kemunculan satu kekaisaran dari dimensi lain yang digambarkan dengan luar biasa, Ghosthead Empire hingga kengerian dari kekuasaan Malarian Queendoom, keratuan maha dashyat ras anophelii dulu. Apa yang patut dipuji dari China Mièvelle disini adalah bagaimana dia bisa memberikan semuanya tanpa perlu menjadi infodump yang keluar dari narasi cerita. Setiap kepingan sejarah yang diberikan terasa pas dengan narasi, dan menambah atmosfir dari plot yang berlangsung.
Perkembangan yang paling terasa di buku The Scar jika dibandingkan dengan Perdido Street Station adalah karakter. China Mièvelle kali ini bisa memberikan karakter yang terasa lebih nyata karena keunikan mereka. Tidak lagi para karakter dipaksa untuk mengikuti plot, melainkan plot itu sendiri yang mengikuti tindakan mereka. Bellis Coldwine lebih mudah disimpati daripada Isaac der Grimnebulin, dan karakter yang menarik disini tidak hanya Yagrek semata seperti di Perdido Street Station, tapi ada yang lain. Tanner Sack, Shekel, dan mereka yang dapat waktu untuk menampilkan diri mereka.
Dari plot dan cerita, The Scar tidak terjebak yang sama dengan Perdido Street Station. Walaupun lokasi dan tujuan berpindah-pindah, semua terasa terjalin dengan rapih dan baik tanpa adanya perubahan yang ekstrim. Setiap karakter sepanjang cerita tetap memegang motivasi mereka yang akan menggerakkan kemana arah plot untuk berjalan. Setiap twist dilakukan dengan foreshadowing terlebih dahulu berhalaman-halaman sebelumnya.
China Mièvelle memiliki prosa dan diksi yang unik, aneh, namun disulit dimengerti dalam menggambarkan dunianya. Prosa miliknya memang memberikan rasa tersendiri dalam tulisannya, walau sayang membuat seseorang yang bukan dari negara berbahasa ibu bahasa inggris akan keseulitan untuk membayangkan apa yang hendak dia jabarkan (walaupun dari atmosfir, saya masih merasakannya dengan baik). Di The Scar, prosa China Mièvelle lebih sederhana dan mudah dimengerti, tapi rasa unik dan keindahan khas prosa miliknya tetap ada. Perubahan ini sangat terasa dan memudahkan saya untuk lebih bisa mengerti apa yang terjadi.
Satu hal lagi yang membuat The Scar lebih superior dibandingkan dengan Perdido Street Station adalah bagaimana dia mempresentasikan idenya dengan sangat baik didalam cerita. Bahkan, ending yang awalnya saya rasa kurang memuaskan ternyata menanamkan, atau mengandung dari ide tersebut. Dan ketika saya menyadarinya, itu laksana bagaikan sebuah penutup yang begitu pas bagi cerita ini.

2 thoughts on “[Resensi] The Scar”

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

%d bloggers like this: